Kemenkeu Bantah Wacana Tax Amnesty Jilid II

36

sironline.id, Jakarta – Kementerian Keuangan membantah ada wacana untuk kembali menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) jilid kedua. “Saya jamin tidak ada (tax amnesty),” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara, Jumat (9/8).

Suahasil mengatakan pemerintah memang tidak sedang mengkaji kemungkinan tax amnesty untuk kedua kalinya. “Kami memang tidak pernah bilang akan ada tax amnesty,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sinyal akan kembali menerapkan tax amnesty jilid II dalam pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan sudah masuk dalam kajian paket reformasi pajak yang akan diserahkan ke Jokowi. “Mungkin ya mungkin, tapi kami lihat apakah ini yang terbaik,” ucap Sri Mulyani, pekan lalu.

Ia mengatakan mendapatkan cerita dari sejumlah pengusaha yang menyesal tidak memanfaatkan program tax amnesty yang diusung pemerintah pada 2016-2017 lalu. Maka itu, beberapa pihak meminta ada tax amnesty jilid II.

Namun menurut Suahasil, tax amnesty jangan dijadikan kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kepatuhan pajak, mengingat rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih belum maksimal.

“Tax amnesty tidak boleh jadi kegiatan yang berulang. Tidak boleh pokoknya. Tetapi kita berusaha bilang ke masyarakat ayo lebih comply. Kalau tax ratio turun, kami tidak bisa membiayai pembangunan,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menilai tax amnesty pada 2016 hingga 2017 memang berhasil meningkatkan pelaporan harta yang dimiliki Wajib Pajak (WP), sehingga memperluas basis pajak yang dimiliki pemerintah.  Sebagai hasil tax amnesty lalu, total harta yang dideklarasikan WP mencapai Rp4.855 triliun yang terdiri atas deklarasi harta dalam negeri Rp3.676 triliun dan deklarasi harta luar negeri mencapai Rp1.031 triliun.

Data Kemenkeu menunjukkan rasio pajak Indonesia berada di posisi 11,5 persen dari PDB. Angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yakni 10,7 persen dari PDB.(eka)