INDEF: Wajar Aset BUMN Naik

28

sironline.id, Jakarta – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Aset Kementerian BUMN saat ini telah mencapai kenaikan dia kali lipat, yaitu dari Rp 4.500 triliun di akhir 2014 dan mengalami lonjakan hingga Rp 8.092 triliun di tahun 2018.

Bahkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno optimistis hingga akhir 2019 BUMN mampu mencatatkan perolehan laba bersih di atas Rp220 triliun. Angka tersebut dipatok lebih tinggi dari keuntungan BUMN di 2018 sebesar Rp200 triliun.

Dikutip dari laporan kinerja BUMN sepanjang 2018, untuk aset, laba, ekuitas, belanja modal hingga kontribusi kepada APBN dalam bentuk pajak, PNBP, dan dividen naik signifikan. Aset BUMN naik Rp882 triliun dari capaian tahun 2017 sebesar Rp7.210 triliun. Total laba BUMN tumbuh menjadi Rp188 triliun dari laba 2017 sebesar Rp186 triliun.

Besarnya kontribusi BUMN dalam pembangunan infrastruktur pun terlihat dari belanja BUMN yang meningkat sepanjang 2018 mencapai Rp487 triliun. Angka itu naik signifikan dibandingkan 2017 sebesar Rp 315 triliun. Belanja modal (capital expenditure/capex) 2018 itu didominasi oleh sektor infrastruktur. Kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melonjak menjadi Rp422 triliun, naik Rp68 triliun dari setoran 2017 sebesar Rp354 triliun.

Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menilai wajar jika aset BUMN naik karena periode 2014-2019 tidak ada krisis ekonomi, berbeda halnya saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998 maupun krisis ekonomi global 2009. “Yang terjadi adalah kinerja pasca beberapa sektor dilakukan holding, namun tujuan holding belum tentu berkaitan dengan kinerja, tetapi berkaitan dengan kapasitas pembiayaan atau utang,” jelasnya di acara Kaukus Muda Indonesia bertema Masa Depan BUMN Periode Kedua Pemerintahan Jokowi, di Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Menurut Bhima, report Lembaga pemeringkat global Standard and Poors ( S&P) menunjukkan utang BUMN naik dan di tahun 2025 ada utang jatuh tempo yang paling besar dari BUMN khususnya di sektor ketenagalistrikan. “Sekarang mungkin masih aman, tapi tahun 2025 bagaimana dengan perang global, seperti apa kebijakan global. Perang dagang tidak hanya antara Amerika dengan China tetapi juga sudah meluas antara Jepang dengan Korea. Dampaknya terhadap kesehatan BUMN kita bagaimana. Resikonya akan jauh lebih berat,” tegasnya.

Ia berharap sosok Menteri  BUMN ke depan sebaiknya datang dari kalangan dunia usaha, dan tidak dicampuri oleh partai politik yang berafiliasi langsung maupun tidak langsung ke Kementerian BUMN.   “Kita ingin BUMN yang profesional, berintegritas dan masuk ke sektor- sektor yang lebih strategis. Jangan kuasai sendiri proyek-proyek yang bisa dikerjakan oleh swasta,” tambahnya. (eka)